ket foto : Kades Fahrizal Desa Jalur patah
KUANTAN SINGINGI – Kasus dugaan korupsi Desa Jalur Patah, Kecamatan Sentajo Raya Kabupaten Kuantan Singingi, sejatinya bukanlah cerita baru di Kuantan Singingi. Pola yang muncul hampir selalu sama. pengelolaan Dana Desa yang kabur, kegiatan fiktif atau tidak bisa dipertanggungjawabkan, proses hukum yang lambat, lalu mengendap tanpa kepastian.
Desa Jalur Patah kini hanya menjadi bab terbaru dari drama panjang lemahnya komitmen pemberantasan korupsi di tingkat daerah.
Fakta bahwa berdasarkan sumber media ini,Unit Tipikor Polres Kuansing baru mengirimkan surat permintaan audit kepada Inspektorat setelah sekian lama kasus dilaporkan, jelas menimbulkan tanda tanya besar. Mengapa proses ini begitu berlarut-larut?
Padahal indikasi penyimpangan sudah terang benderang adanya kegiatan desa yang tidak bisa dipertanggungjawabkan melalui Surat Pertanggungjawaban (SPJ).
Bukankah itu sudah cukup menjadi pintu masuk untuk mendalami dugaan tindak pidana korupsi?
Kebisuan Kanit Tipikor, IPDA Geraldo Ivanco, saat dikonfirmasi wartawan justru memperkuat kecurigaan publik bahwa ada sesuatu yang disembunyikan.
Sementara itu, pihak Inspektorat Kuansing melalui Inspektur Rustam Efendi, secara terbuka mengakui telah menerima surat perintah audit.
Artinya, bola kini benar-benar berada di tangan Polres Kuansing apakah berani menuntaskan kasus ini, atau kembali membiarkannya tenggelam di meja birokrasi.
Desakan keras datang dari Sarmidi, pelapor kasus. Ia menegaskan, jika aparat tidak serius, maka kasus ini hanya akan menjadi tontonan yang merusak kepercayaan publik.
Kata-kata Sarmidi itu sejatinya mewakili keresahan masyarakat Kuansing, yang kerap menyaksikan kasus korupsi dana desa sekadar menjadi isu sesaat, tanpa pernah menyentuh meja hijau.ujarnya
Disinilah letak masalahnya, publik mulai berspekulasi bahwa lambannya penanganan bukan sekadar soal administrasi, melainkan bisa jadi karena adanya intervensi, kompromi, atau bahkan “main mata” antara oknum tertentu dengan penegak hukum.
Dugaan semacam ini akan terus menghantui, selama tidak ada keberanian aparat menuntaskan kasus hingga ke tahap penetapan tersangka dan persidangan.
Jika Polres Kuansing kembali gagal menuntaskan kasus Desa Jalur Patah, maka konsekuensinya bukan hanya rusaknya citra aparat penegak hukum, tetapi juga semakin rapuhnya kepercayaan masyarakat terhadap komitmen negara dalam memberantas korupsi Dana Desa yang semestinya menjadi alat pembangunan, justru berubah menjadi ladang bancakan.
Masyarakat Kuansing kini menanti, apakah kasus Desa Jalur Patah akan menjadi titik balik pemberantasan korupsi di tingkat desa, atau justru sekadar menambah daftar panjang cerita buram penegakan hukum di daerah ini. (Zul)
Editor : Feri Windria