Mungkin Anda pernah membaca  iklan penerbangan komersial seperti ini: Rp99.999 ke Malaysia… Agaknya  iklan seperti itu akan memasuki masa-masa akhirnya sejalan Menteri  Perhubungan, Ignasius Jonan, yang akhirnya menandatangani peraturan  tarif batas bawah penerbangan komersial berjadual.  
Aturan baru dari tangan Jonan itu mewajibkan maskapai menjual harga tiket minimal 40 persen dari tarif batas atas saat ini.
Artinya, ke depan tak akan ada lagi tiket pesawat yang ditawarkan atau dijual dengan sangat murah. 
Tapi benarkah penghapusan tiket murah yang ditawarkan maskapai penerbangan berbiaya rendah atau low cost carrier (LCC) akan menjamin keselamatan terbang? Padahal industri penerbangan  adalah industri publik yang paling ketat regulasi dan sangat peka atas  reputasi operatornya. 
Beberapa sumber seperti The  Economist dan situs forum komunitas penerbangan airlines.net menjelaskan  bagaimana penerbangan murah bisa begitu murah.
Segmen perjalanan udara  berbiaya rendah atau yang disebut LCC, tidak hanya menjamur di  Indonesia, namun saat ini merupakan 35 persen bagian dari lalu lintas  terjadwal antar-negara-negara Eropa. Cuma memerlukan waktu sekitar 24  tahun saja sejak RyanAir memulai LCC pada 1990 di Eropa Barat. 
Sementara di Amerika Serikat, maskapai penerbangan Southwest memimpin penyerbuan atas penerbangan mahal sejak 1971.
Beberapa “rumus” itu adalah: 
1. Tingkat isian kabin pemakai jasa penerbangan LCC tinggi
The Economist melaporkan,  Southwest Airlines, yang merupakan maskapai “tanpa embel-embel” pertama  yang sukses di dunia, menjadi pioner dalam hal mengurangi biaya  operasional yang saat ini digunakan di seluruh dunia. 
Untuk mengurangi biaya,  Southwest mengisi pesawatnya dengan tempat duduk atau “seats” yang lebih  banyak, memastikan setiap penerbangan penuh dan menerbangkan pesawatnya  lebih sering dibanding maskapai yang “full-service”.
Berdasarkan presentasi dari Asosiasi Maskapai Bertarif Rendah di Eropa (European Low Fares Airline Association/ELFAA)  mengenai Variasi Biaya Bandara oleh Sekretaris Jenderal Grup industri  Penerbangan, Jan Skeels, pada Konferensi Tahunan Kedua tentang  Pengaturan Biaya Operasional Pesawat Terbang, di Dublin, 7 Desember  2005, LCC seperti Ryanair, easyJet, Aer Lyngus dan Southwest bisa terisi  hingga 148 tempat duduk untuk kabin kelas tunggal (semuanya ekonomi).
Sementara maskapai reguler seperti Lufthansa, Air France dan British Airways hanya diisi 128 tempat duduk.
2. Cuma satu tipe pesawat terbang
Penerbangan murah juga  memangkas biaya dengan cara hanya menggunakan satu tipe pesawat saja.  Bukan rahasia lagi, semakin banyak merek dan tipe pesawat terbang maka  semakin tinggi biaya perawatan dan pemeliharaan serta semakin rumit  manajemen operasionalisasinya.
Baik Southwest maupun Ryanair  terbang hanya dengan Boeing B-737 series, sementara maskapai asal  Inggris; easyJet, lebih suka menerbangkan Airbus A-320/319 series.  Dengan demikian, maskapai akan menghemat anggaran untuk perawatan dan  biaya training pilot dan awak baru.
3. Semata-mata kelas ekonomi
Untuk menjamin tiket terjual  habis dan pesawat penuh, kelas bisnis dihapus. Selain itu, biaya-biaya  untuk pelayanan yang tidak penting seperti membawa bagasi mulai  diperkenalkan. Strategi penjualan yang inovatif juga membantu. Saat  easyJet dimulai pada 1995, dia hanya menerima pemesanan langsung tanpa  perantara. Tiket easyJet 95 persen dijual melalui internet. 
Hal itu akan memangkas biaya  gendut yang dikenakan agen perjalanan. Kecerdikan dalam penerapan sistem  manajemen-menaikkan harga tiket saat permintaan banyak dan  menguranginya saat masa-masa sepi-juga meningkatkan efisiensi.
4. Lebih pragmatis
Ryanair telah menerapkan konsep  penerbangan murah lebih jauh lagi. Maskapai itu dikenal akan ruang  tunggunya yang sederhana dan tidak glamor, pun tanpa petugas depan yang  memesona. 
Perusahaan tersebut menggunakan  biaya untuk membentuk perilaku pemakai jasa melebihi maskapai  penerbangan manapun. Contohnya, jumlah staf depan di bagian chek-in  dikurangi dan pemakai jasa di-“ajak” melayani diri sendiri melalui  sistem reservasi tempat duduk secara mandiri memakai instrumen digital. 
Strategi penjualan yang agresif  juga dapat mengurangi harga tiket melalui subsidi silang. Taktik  demikiam mungkin tak akan nyaman untuk pengalaman terbang, namun Ryanair  tetap populer. 
Sebaliknya, maskapai reguler  biasanya menyajikan berbagai hiburan dalam pesawat seperti makanan di  dalam pesawat. Belum lagi servis check-in cepat, lounges, tiket fisik kertas yang bagus serta adanya kelas bisnis.
5. Semunya serba bayar, bahkan toilet
Ryanair benar-benar jadi  maskapai penerbangan terbesar di Eropa. Satu jurus penting mereka adalah  “semuanya serba bayar”, bahkan pemakaian toilet di dalam kabin pesawat  terbang mereka! Dan dia bahkan menggunakan reputasinya yang agak masam  itu untuk memangkas biaya lebih banyak lagi. Mereka bertekad memiliki  mantra “segala bentuk publisitas adalah publisitas yang baik”, yang  kadang-kadang membuat pengumuman yang provokatif.
6. Biaya darat serendah mungkin
Maskapai yang menjual tiket murah biasanya memiliki turnarounds atau “waktu singgah” di bandara yang cepat, cuma 25 menit. Hal ini  sangat berkorelasi dengan  karena menitikberatkan pada penggunaan  pesawat yang lebih efisien. Sebaliknya, maskapai reguler biasanya  memakan waktu 45 menit untuk turnarounds karena banyaknya lalu lintas  yang ada.
Untuk gaji pegawai sendiri,  disebutkan untuk maskapai LCC menerapkan variabel proporsi hingga 26  persen. Sementara maskapai reguler menerapkan basic salaries yang tinggi  dengan variabel proporsi 11 persen.
Lalu berapa persen total  keuntungan LCC dengan menerapkan cara-cara di atas dibanding maskapai  reguler? total keuntungannya adalah 43 persen.
LCC bisa menjual tiket murah  karena mendapat keuntungan 16 persen lebih tinggi dari maskapai reguler  dengan kursi penumpang yang penuh, tiga persen dari penggunaan pesawat,  tiga persen dari gaji kru yang lebih murah, dan enam persen dari biaya  airports dan landing yang lebih murah. 
Masih  ditambah dua persen dari penggunaan satu tipe pesawat, 10 persen dari  meminimalisir biaya stasiun, enam persen dari menghilangkan katering  dalam pesawan, enam persen dengan memangkas komisi agen perjalanan, tiga  persen dari mengurangi biaya penjualan atau reservasi, dan dua persen  dari administrasi yang lebih kecil.
Karena adanya kegelisahan dari  para pemegang saham yang menganggap reputasi perusahaan akan menghambat  pertumbuhan jumlah penumpang, Ryanair akhirnya mengumumkan akan lebih  mengahluskan “kekasarannya” untuk meningkatkan kepuasan pelanggan.  Apakah ini artinya kita telah melihat akhir dari strategi “tanpa  basa-basi” atau no-frills dalam industri transportasi? Sepertinya tidak.
Meminjam sebagian dari  formula “tanpa basa-basi” seperti menghilangkan pelayanan yang tidak  esensial dan mengenalkan sistem manajemen yang menghasilkan seperti  pengaturan harga tiket, perusahaan seperti SpeedFerries dan Megabus  telah memangkas harga tiket untuk feri penyeberangan selat di Inggris  dan kereta antar-kota di Amerika Serikat. 
Oliver Wyman, seorang konsultan  manajemen, bahkan telah memprediksi bahwa pengenalan gaya manajemen  menghasilkan di penerbangan pada kereta api akan menjadi inovasi besar  selanjutnya di industri perkeretaan Amerika Serikat. 
Analis mengatakan, sistem itu  juga akan menyebar ke Eropa dan Asia. Penerbangan tanpa embel-embel  sepertinya punya kekuatan mentransformasi seluruh sistem transportasi,  bukan hanya cara terbang kita.
Oleh: Ida Nurcahyani
Sumber AntaraNews