Aturan Baru Pacu Jalur: Rakyat Disuruh Berlomba, Tapi Sponsor Dihalang

- Penulis

Sabtu, 5 Juli 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

KUANTAN SINGINGIN – Langkah mengejutkan datang dari Pemerintah Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) melalui Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 25 Tahun 2025 yang secara resmi melarang penyematan nama sponsor pada jalur dalam ajang Pacu Jalur. Alih-alih disambut baik, kebijakan ini justru memicu gelombang kritik keras dari berbagai kalangan. Banyak yang menilai kebijakan ini tidak hanya menghambat, tapi juga berpotensi membunuh partisipasi masyarakat akar rumput dalam iven budaya terbesar di Riau tersebut.

Kepala Dinas Pariwisata Kuansing, Ashar, saat dikonfirmasi membela aturan itu dengan menyebutnya sebagai “penertiban” dan “penguatan nilai-nilai budaya.” Namun,tertuang dalam Peraturan Bupati (Perbup) Kuansing Nomor 25 Tahun 2025.penjelasan tersebut dianggap sebagai alasan normatif yang menutup mata terhadap kenyataan di lapangan: bahwa sponsor selama ini adalah denyut nadi bagi keberlangsungan jalur-jalur dari desa kecil yang tidak memiliki sokongan anggaran besar.

“Kalau bicara budaya, justru sponsor adalah bagian dari budaya gotong royong masa kini. Mereka membantu tanpa pamrih, dan wajar diberi penghargaan lewat penyematan nama. Ini bukan sekadar promosi, tapi bentuk pengakuan,” tegas H. Darmizar, mantan anggota DPRD Kuansing yang kini menjadi salah satu pengkritik paling vokal kebijakan ini.

Darmizar menyebut larangan ini sebagai bentuk “pembunuhan sistematis” terhadap semangat kolektif masyarakat desa yang ingin unjuk gigi di gelanggang Pacu Jalur. Tanpa sponsor, mayoritas jalur hanya akan menjadi penonton, karena biaya operasional untuk membuat, merawat, hingga mengatur tim pacu tidaklah kecil.

Mata Rantai Partisipasi yang Diputus

Pacu Jalur bukan sekadar lomba mendayung. Ia adalah representasi jati diri masyarakat Kuansing. Dari dapur masyarakat hingga sumbangan pengusaha lokal, semuanya menyatu demi satu tujuan: tampil di gelanggang kehormatan. Tapi dengan adanya Perbup ini, salah satu simpul penting dalam mata rantai itu—yakni sponsor—diputus secara sepihak.

Mirisnya, aturan ini lahir tanpa diskusi terbuka dengan para pengurus jalur, sponsor, atau tokoh adat. Tidak ada kajian mendalam yang dipublikasikan ke publik mengenai dampak sosial-ekonominya. Yang muncul justru tafsir tunggal dari birokrasi yang kerap tidak bersentuhan langsung dengan denyut kehidupan kampung-kampung kecil.

“Kalau dilarang menyebut nama sponsor, lalu siapa yang akan bantu kami? Pemerintah? Tidak. Kami cari sendiri. Sekarang malah dibatasi. Ini aturan elitis, bukan untuk rakyat,” ujar salah satu ketua jalur dari Kecamatan Hulu Kuantan yang enggan disebutkan namanya karena takut jalurnya “dipersulit.”

Kebijakan yang Kontraproduktif

Yang lebih membingungkan, aturan ini dibuat justru di tengah upaya Pemkab Kuansing mempromosikan Pacu Jalur sebagai agenda pariwisata unggulan. Bukankah semestinya semakin banyak sponsor, semakin besar daya tariknya? Atau, apakah aturan ini justru membuka ruang bagi segelintir pihak tertentu untuk memonopoli peran sponsor dengan dalih “legal”?

Pertanyaan-pertanyaan itu kini mengalir deras di tengah masyarakat. Muncul spekulasi: apakah ada kepentingan tertentu yang ingin mengatur pola sponsorisasi secara terselubung? Jika sponsor dilarang secara umum, tapi nanti dibuka lewat “jalur resmi” tertentu, maka bukan tidak mungkin ini hanya akal-akalan penguasaan pasar oleh kelompok elite tertentu.

Saatnya Masyarakat Bicara

Masyarakat Kuansing kini tidak lagi diam. Percakapan soal kebijakan ini merebak dari media sosial, hingga obrolan di bawah kolong rumah panggung. Banyak yang mulai menyerukan evaluasi total, bahkan ada yang mengusulkan agar Perbup Nomor 25 Tahun 2025 dicabut atau setidaknya direvisi dengan melibatkan publik secara nyata.

Jika pemerintah benar-benar peduli terhadap budaya dan kesejahteraan rakyat, maka seharusnya mereka mendukung keterlibatan semua pihak—termasuk sponsor—dalam bingkai transparansi dan kolaborasi. Melarang sponsor hanya karena takut budaya tercemar, sama saja menuduh rakyatnya sendiri tidak mampu memilah nilai-nilai.

Kesimpulan:

Pacu Jalur telah lama menjadi milik rakyat, bukan milik regulasi kaku. Ketika partisipasi mulai dibatasi oleh aturan-aturan artifisial, maka budaya itu tidak sedang dilindungi—melainkan perlahan dibungkam. Sudah saatnya Pemkab Kuansing menjawab satu pertanyaan sederhana namun mendasar: Untuk siapa sebenarnya Pacu Jalur ini diadakan? (Zul)

Editor: Feri Windria

Berita Terkait

Perkuat Sinergitas, Karutan Dumai Kunjungi Kodim/0320 Dumai
Dinas Pekerjaan Umum Kota Dumai Rapat Koordinasi Terkait Laporan Feasibility Study Jalan Parit Kitang
Dewan Pendidikan : Kemajuan Pendidikan Butuh Sinergitas Kepala Sekolah dan Komite
Babinsa Koramil 04/Rupat Lakukan Komsos
Babinsa Koramil 04/Rupat Lakukan Patroli Karhutla
Koramil 04/Rupat Gelar Karya Bakti Hari Juang TNI AD Ke-80 di Kelurahan Batupanjang
Koramil 04/Rupat Lakukan Pemantauan PMK
Patroli Mitigasi Siskamling di Wilayah Koramil 04/Rupat

Berita Terkait

Selasa, 9 Desember 2025 - 07:43 WIB

Perkuat Sinergitas, Karutan Dumai Kunjungi Kodim/0320 Dumai

Selasa, 9 Desember 2025 - 07:30 WIB

Dinas Pekerjaan Umum Kota Dumai Rapat Koordinasi Terkait Laporan Feasibility Study Jalan Parit Kitang

Selasa, 9 Desember 2025 - 06:54 WIB

Dewan Pendidikan : Kemajuan Pendidikan Butuh Sinergitas Kepala Sekolah dan Komite

Selasa, 9 Desember 2025 - 04:39 WIB

Babinsa Koramil 04/Rupat Lakukan Komsos

Selasa, 9 Desember 2025 - 04:35 WIB

Babinsa Koramil 04/Rupat Lakukan Patroli Karhutla

Berita Terbaru

Berita

Babinsa Koramil 04/Rupat Lakukan Komsos

Selasa, 9 Des 2025 - 04:39 WIB

Berita

Babinsa Koramil 04/Rupat Lakukan Patroli Karhutla

Selasa, 9 Des 2025 - 04:35 WIB