Foto Net : GM Pelindo Mengklarifikasi atas pertanyaan massa aksi (pegang mex)
DUMAI — Aliansi Rakyat untuk Keadilan (ARUK) kembali turun ke jalan untuk kedua kalinya, Rabu (29/10), dengan mengusung isu yang sama: dugaan pencemaran lingkungan di wilayah operasional pelabuhan. Aksi dimulai di depan Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Dumai, kemudian berlanjut ke Kantor Pelindo Cabang Dumai sebagai titik aksi kedua.
Massa demonstran menyuarakan keresahan atas dugaan pencemaran yang mereka nilai berdampak langsung terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar. Mereka menuntut agar pihak terkait, termasuk Pelindo, lebih transparan dalam aktivitas bongkar muat, terutama terkait komoditas bungkil yang dinilai berpotensi menimbulkan debu dan polusi udara.
Di sisi lain, General Manager Pelindo Cabang Dumai memberikan pernyataan yang menegaskan bahwa seluruh kegiatan ekspor maupun impor, termasuk komoditas bungkil, berjalan sesuai dengan ketentuan hukum dan regulasi yang berlaku. Pelindo disebut terus memastikan prosedur operasional dilakukan dengan memperhatikan aspek keselamatan, lingkungan, dan kepatuhan terhadap standar yang ditetapkan pemerintah.
Menanggapi hal itu, seorang praktisi hukum di Kota Dumai menilai bahwa pernyataan GM Pelindo sudah sejalan dengan prinsip hukum administrasi dan regulasi kepelabuhanan di Indonesia. Ia menyebut, selama tidak ada pelanggaran terhadap peraturan yang berlaku dan hasil uji lingkungan resmi belum menunjukkan adanya pencemaran yang terverifikasi, maka kegiatan ekspor-impor tidak memiliki dasar hukum untuk dihentikan.
“Pelindo memiliki tanggung jawab hukum, tetapi juga hak untuk menjalankan kegiatan usaha yang diatur secara sah oleh negara. Jika regulasi masih berlaku dan belum ada keputusan instansi teknis yang menyatakan adanya pelanggaran lingkungan, maka penghentian kegiatan justru bisa melanggar asas kepastian hukum,” ujar praktisi hukum tersebut dengan nada humanis.
Ia menambahkan, pendekatan terhadap isu lingkungan harus dilakukan secara proporsional dan berbasis data ilmiah. Pemerintah dan masyarakat sipil, menurutnya, harus sama-sama menjaga keseimbangan antara hak atas lingkungan hidup yang sehat dan hak atas kepastian hukum dalam berusaha.
“Kritik dan aksi sosial adalah bagian dari demokrasi, tapi penyelesaiannya harus berbasis pada bukti dan aturan, bukan hanya asumsi. Yang paling penting adalah membangun komunikasi antara masyarakat, pemerintah, dan perusahaan, agar semua pihak merasa dilibatkan dalam menjaga lingkungan,” tambahnya.
Aksi ARUK diakhiri dengan orasi damai dan seruan moral agar pemerintah segera menindaklanjuti keluhan masyarakat secara transparan. Hingga sore hari, situasi di lapangan terpantau kondusif di bawah pengamanan aparat kepolisian.









