KUANTAN SINGINGI – Polsek Benai terus menunjukkan keseriusannya dalam membasmi Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang mengancam lingkungan dan melanggar hukum. Pada Kamis (24/7/2025), jajaran kepolisian kembali menyisir kawasan Desa Pulau Kalimanting, Kecamatan Benai, Kabupaten Kuantan Singingi, menyusul dugaan beroperasinya kembali tambang emas ilegal yang disebut-sebut milik seorang warga berinisial “Isap”.
Pengecekan dilakukan sebagai respons cepat atas laporan masyarakat dan pemberitaan dua media daring yang menyoroti pencemaran sungai dan desakan mahasiswa agar aparat penegak hukum tidak tinggal diam.
Tim yang dipimpin langsung oleh Kapolsek Benai IPDA Hainur Rasyid, S.H bersama empat personel Unit Reskrim tiba di lokasi sekitar pukul 13.00 WIB. Di tempat tersebut, polisi tidak menemukan aktivitas penambangan yang sedang berlangsung, namun menemukan puing-puing rakit dan sisa peralatan tambang yang ditinggalkan di lokasi.
“Kami tidak ingin kecolongan. Meski aktivitas tidak ditemukan, barang bukti kami musnahkan langsung di lokasi agar tidak bisa digunakan kembali,” tegas IPDA Hainur Rasyid.
Untuk mencapai lokasi, petugas harus berjalan kaki sejauh dua kilometer melewati jalur berlumpur dan tergenang air. Meski menghadapi medan ekstrem, pengecekan berlangsung hingga pukul 14.15 WIB dalam kondisi aman dan terkendali.
Langkah ini merupakan lanjutan dari dua laporan media yang sempat viral:
Masyarakat Pembatang Resah Aktivitas PETI Diduga Milik Isap
Mahasiswa Minta APH Tangkap Terduga Pemilik PETI Inisial Isap
Kedua berita tersebut mengungkap keresahan warga terhadap dugaan pembiaran aktivitas tambang ilegal yang mencemari lingkungan dan merusak ekosistem sungai.
Aktivitas PETI seperti yang ditemukan di Kalimanting tidak hanya merusak lingkungan, tapi juga merupakan pelanggaran hukum serius. Berdasarkan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), dinyatakan:
“Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin resmi (IUP, IUPK, atau IPR), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar.”
Selain itu, pencemaran lingkungan akibat limbah tambang juga dapat dijerat dengan Pasal 98 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), yang berbunyi:
“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup dipidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar.”
Kapolsek Benai menegaskan bahwa pihaknya tidak akan memberi ruang sedikit pun bagi aktivitas PETI di wilayah hukum mereka.
“Kami akan terus lakukan patroli rutin dan penindakan. Tapi kami juga butuh dukungan masyarakat. Jangan takut melapor,” ujarnya.
Menurutnya, PETI tidak hanya melanggar hukum, tapi juga meninggalkan kerusakan jangka panjang bagi lingkungan dan kehidupan masyarakat sekitar.
“PETI merusak sungai, menghancurkan tanah, dan memicu konflik sosial. Ini bukan sekadar pelanggaran, tapi ancaman nyata bagi generasi kita,” pungkas IPDA Hainur Rasyid. (Zul)
Redaksi : Feri Windria